Mimpi Yang Pecah

Wiwik  menghamburkan tangisnya kepelukanku, aku hampir terjatuh karena tidak siap menerima hamburan tubuhnya. Setelah lama meluapkan tangisnya, dan bahuku terasa sudah basah oleh air matanya, aku berusaha untuk memapahnya ke tempat duduk.

“Mbak, aku sungguh tidak menyangka akan begini jadinya… Bagaimana nasib kedua anakku? Apakah bapaknya merawatnya dengan baik?? Mbak.. aku minta tolong pean yah.. sering-sering lah telphon anakku… pean kan tau sendiri bagaimana keadaan keluargaku.. aku yakin mereka akan semakin sakit melihat kondisiku seperti ini” iya terus terisak.

Di usapnya air mata dengan ujung baju khas tahanan perempuan. Aku sungguh tak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini, kabar ia ditahan oleh kepolisian Hong Kong baru  kemarin ku dengar.

“Barang apa saja yang kau butuhkan ? insyaalloh aku kembali minggu depan” aku berusaha membunuh kekhawatirannya. 

“Tulis saja listnya disitu biar mudah untuk ku bawa masuk kesini, karena tidak gampang membawa barang kesini. Kamu tenang saja, keluargamu di rumah aku pastikan baik-baik saja”. Ia seperti enggan menerima uluran tanganku, diraihnya kertas dan pulpen yang aku sodorkan. Sebuah surat yang ditulis untukku diserahkannya bersamaan dengan list kebutuhannya dipenjara.  Setelah itu petugas memberi isyarat masa berkujung sudah habis, aku memeluknya erat, mengusap airmatanya yang tak berhenti mengalir.

Bis 87 D membawaku kembali dari daerah Sha Tin menuju ke Tsim Sha Tsui, tempat di mana aku dan teman-temanku menjalani aktifitas libur di hari minggu. Bangku disebelahku kosong tapi orang Hong Kong itu lebih memilih berdiri dari pada duduk disampingku, hemm. Perlakuan seperti ini sering kali kutemui hanya karena kami pendatang dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Aku tidak ambil pusing dengan semua itu. “Kau punya hak untuk memilih duduk atau berdiri”, batinku.  Kukeluarkan kertas yang berisi pesanan dari Wiwik, ternyata ia hanya meminta seperangkat alat sholat dan Alqur’an. Aku tak kuasa menahan air mataku, meski tadi ketika aku menemuinya aku berusaha untuk tidak menangis.

Wiwik, gadis yang  kelahirannya tidak dikehendaki oleh siapapun waktu itu, bahkan ibunyapun berusaha untuk melenyapkannya  ketika dia  ada dalam kandungan. Karena dia dianggap aib oleh mereka. Ibunya yang kembang desa itu di pacari oleh preman pasar yang sok jagoan dan tukang gombal,  Cinta mati ibunya membuatnya  menderita sampai hari ini.

Masih terbaca oleh ingatanku ketika kita belajar mengaji di surau samping balai desa, oleh bapak imam musholla dia di larang masuk karena dia anak di luar nikah. Aku tau betapa hancur hatinya, meski belum bisa dia pahami sakit hatinya waktu itu. Dan aku tidak pernah mengijakkan kakiku kesurau  lagi sejak saat itu.

Bersyukur, orang tuaku tak menyia-nyiakanya  ketika ku sampaikan keinginannya untuk mengaji di rumahku, meski kadang suara sinispun terdengar dari salah satu keluargaku, dan aku yang akan berantem dengan mereka.
Beranjak remaja dia tumbuh dengan  kepercayaan diri yang hampir tidak ada , ibunya yang stress karena ulah preman pasar membuatnya semakin diolok-olok oleh teman sepermainannya. Hingga suatu hari entah kekuatan dari mana yang membuat dia hampir saja membunuh Arif  teman laki-laki satu sekolahan yang menggodanya dengan kata-kata seperti ini  “ Emhh.. semok juga gadis pembawa sial ini yah” dengan santainya arif yang datang dari arah belakang meremas panggul Wiwik. Kaget tidak kepalang, Wiwik mengambil benda apa saja untuk menghantam arif yang waktu itu tidak siaga menghidar, kepalapun jadi sasaran kayu patahan meja yang langsung dicandak oleh Wiwik, sempoyongan hampir semaput arif membalas Wiwik dengan pukulan yang tak kalah keras “ Sialan kau lonthe “ makinya. Wiwik seperti kerasukan, tak dihindarinya pukulan itu malah dia semakin bersemangat menghajar arif yang telah menginjak-injak harga dirinya.

“Apa kamu bilang, Hah!? Sekali lagi kau bilang aku lonthe.. aku benar-benar akan membunuhmu, kamu pikir kamu siapa, apa karena kau anak ustad surau itu terus kamu punya hak untuk menghina siapa saja!? lihat kamu, lihat kelakuanmu… kamu sendiri tidak patut untuk di sebut sebagai manusia!”, makinya sambil terus menghantamkan kayu yang ada di tangannya. Bila pak karyo tukang kebun sekolahan itu tak melerainya Arif benar-benar pasti mampus dibuatnya.  Sejak saat itu dia menjadi gadis yang siap berkelahi dengan siapa saja yang menghinanya, Aku diam-diam mengagumi keberanianya.

Wajahnya yang manis, membuat sedap siapa saja yang melihat. Tak terkecuali mas Iwan, pemuda  tetangga desa yang diundang oleh bapakku untuk mengajari  kami mengaji , adalah cinta yang membuat hidupnya sangat berubah, beruntung mas Iwan adalah pemuda yang punya pemikiran  maju. Awalnya aku sempat memendam cintaku pada mas Iwan, namun setelah tau bahwa mas Iwan mencintai Wiwik, aku berusaha menghilangkan perasaan itu.

Meski orang tuanya menentang keras hubungan mereka tapi mas Iwan berhasil membuka pimikiran kolot kedua orang tuanya hingga mereka  kepelaminan.. Aku menjadi sahabat yang paling bahagia meski ada sedikit perih di hati waktu itu. Aku putuskan untuk menjauh, aku ke luar negri menjadi TKI.

Kehidupan tak pernah selamanya indah,mas  Iwan yang bekerja di sebuah pabrik tepung tapioca di daerah kami mengalami kecelakaan ketika oven pengering tepung itu meledak, kakinya terhantam besi panas yang membuatnya kehilangan sebelah kaki kanannya, semantara pihak pabrik hanya mengganti biaya pengobatan tanpa ada tunjangan untuk hidup selanjutnya. Mas  Iwan frustasi, beruntung Wiwik perempuan yang tegar hingga dia menyuratiku bahwa dia ingin menyusulku.

Mengingat itu semua, bis yang aku tumpangi membablaskanku sampai ke terminal terakhir di daerah Hong Ham. “Hah?? Hong Ham? O my ghoss.. “ aku berlari mencari bis untuk kembali ke Tsim Sha Tsui.
Pengajian itu sudah dimulai ketika aku sampai ke Kowloon Park, salah seorang yang hadir  berbisik kepadaku,
“Kak, rombongan dari Jakarta yang dibawa oleh pak Kiyai banyak sekali. Istri dan anaknya juga dibawa sekalian dengan crewnya ada sekitar 10 orang. Siapa yang membiayai mereka kesini kak?”. “Em, aku kurang paham, coba kau tanyakan pada pihak panitia, kalau  nggak salah seluruh biaya biasanya ditanggung oleh yang mengundang” jawabku .

“Waaahhh.. kalau begitu banyak banget pengeluarannya, padahal yang mereka berikan hanya petuah agar kita sabar menjalani hidup di negri orang tapi tidak pernah sedikitpun berani memberikan ceramah kepada BMI agar bisa melawan ketika hak-haknya dirampas, apa lagi mengkritisi pemerintah”, gumamnya. “Yah begitulah….”, jawabku tersenyum sambil berlalu karena aku dipanggil oleh pihak panitia untuk segera mengisi acara.

Adalah hal yang baru buat aku karena disampingku duduk seorang kiyai berwajah teduh yang sangat terkenal dari Jakarta. Aku tidak bersalaman dengan dia, hanya mengangguk dan tersenyum sedikit dengan jilbab yang jarang sekali aku kenakan. Suaraku yang biasanya lantang di depan KJRI kini kubuat sehalus mungkin dalam memberi salam. Seperti biasa, permasalahan yang aku angkat tidak jauh dari permasalahan yang biasa dihadapi oleh BMI di Hong Kong, overcharging, underpay, long working hours, pelayanan konsulat yang diskriminatif, dan terminal khusus TKI yang menjadi lahan subur pemerasan kepada BMI yang pulang ke tanah air. Semua itu membutuhkan keberanian dan semangat untuk melawanya, bukan hanya sebatas sabar. Boleh saja bersabar, tapi sabar dalam perjuangan, bukan sabar yang pasrah. Begitu akhir sambutanku mawakili aliansi yang selama ini memperjuangkan overcharging dan permasalahan BMI lainya di Hong Kong.

“Hemmm.. kak pulang jadi ustadzah ya?”, celetuk seorang yang hadir. Aku tersenyum geli.

Tak betah lama menunggu, aku segera berpamitan untuk melanjutkan kegiatanku dengan grupku.  Sambil berjalan aku buka kembali surat yang di tulis oleh Wiwik.

“Mbak Utari, maafkan aku yang selama ini selalu merepotkanmu, aku tidak tahu apakah pihak imigrasi Hong Kong masih memberiku ijin tinggal untuk bekerja disini. Kasusku sungguh parah sekali. Aku benar-benar berang ketika tangan kakek tua itu menggerayangi tubuhku. Pagi itu sungguh aku tidak pernah menyangka ia akan datang ke rumah saat nenek berada di rumah sakit. Padahal setiap hari Sabtu ia datang ke rumah untuk makan malam. Aku sudah peringatkan ke dia, agar berhati-hati dengan kelakuanya tapi tak pernah digubrisnya. Pernah suatu kali di dapur yang sempit itu dia berusaha menjamah payudaraku saat mengambil sup, padahal aku sudah memberi jalan dia selebar mungkin agar dia bisa leluasa mengambil supnya dan aku tidak tersentuh olehnya, tapi malah dia semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tanpa sadar aku berteriak PUKAI…! dan hampir saja sup panas itu menyiram wajahku. Majikanku yang berada di ruang tamu berlari ke dapur. Aku langsung disidang saat itu juga. Beruntung majikanku masih memberikan kesempatan bekerja disitu setelah aku menjelaskan duduk persoalannya. Meski aku membatin, bahwa sebuah kecelakaan bila aku bertahan di sini, namun karena potongan yang harus kubayar ke agen tinggal satu bulan lagi terpaksa aku pertahankan, Setelah potongan selesai kubayar aku akan bisa lega memutus kontrak dan mencari majikan baru tanpa harus menghadapi terror dari agen", pikirku.  

"Mbak Utari, pengalaman yang lalu ketika aku baru saja melunasi potongan agen selama 7 bulan itu sungguh menghantuiku. Aku tidak ingin kehilangan uangku lagi karena mereka mem-PHK aku tanpa ampun. Itulah yang membuat aku bertahan dengan majikan ini. Namun aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi padaku. Tangan kakek itu kuat sekali mencengkeramku. Aku sudah meronta bahkan kucoba meraih benda apa saja untuk memukulnya tetapi dia menghantamku setelah aku berhasil menghantam ulu hatinya dengan tongkat yang biasa dipakai nenek untuk menyanggahnya berjalan. Aku langsung pingsan waktu itu, aku tidak ingat apa yang terjadi setelahnya, hingga saat aku terbangun selangkanganku terasa sakit dan Asstagfirruloh mbak Ut… aku dalam keadaan tanpa sehelai benangpun di tubuhku.. Aku menjerit… ku raih botol yang tergeletak disamping kakek bejad itu. Aku hancurkan kepalanya hingga darah mengalirpun tak kuhiraukan. Aku seperti kesetanan lagi. Tak puas dengan botol itu, aku ambil besi yang biasa digunakannya untuk barbel. Aku hantamkan ketubuhnya tanpa ampun. Aku berteriak sehisterisku. Bajingaaaaannnnn…. Najis kau kakek bejadddddddd..!

Aku sungguh kalap Mbak Ut, aku sudah tak perduli apa-apa lagi. Bagiku hanya matilah hukuman bagi orang yang sudah menghancurkan harga diriku. Setelah puas aku menghajarnya, aku baru sadar bahwa ia sudah tak bergerak lagi. Ya Alloh… aku begitu ketakutan. Aku mencoba mencari tempat persembunyian, tapi dimana? mereka juga pasti akan tau, bahkan sempat terpikir olehku untuk terjun saja dari lantai 35 kediaman majikanku…. Aku terkulai lemas hingga orang-orang kembali dan langsung membrogolku untuk diamankan.

Mbak Utari yang baik… dari dulu aku selalu merepotkanmu dan  kau selalu ringan tangan menolongku. Tapi kali ini aku sungguh malu sekali, itulah mengapa aku tak pernah mengabarimu. Maafkan aku sekali lagi.. bila terjadi apa-apa denganku aku titip kedua anakku ya…. Sekian saja dulu, insyaalloh kita bisa sambung lagi bila ada umur panjang”. Begitu dia mengakhiri suratnya, tak terbersit kecurigaan apappun. Yang ada hanyalah aku harus cepat-cepat membeli semua kebutuhannya di penjara.

Tiba di Kowloon park waktu sudah menujukan pukul  7 malam, tinggal beberapa orang saja masih berkumpul untuk menantiku makan malam, namun ketika ingat bahwa aku harus segera mendapakan barang-barang pesan wiwik, aku segera pamit saja untuk tidak makan malam bersama teman-teman, bagi mereka adalah hal yang aneh karena selama ini kami mengakhiri kegiatan dengan makan malam bersama sambil evaluasi kegiatan sehari itu.  Hemmm.. mereka semua rame-rame mengolok-olok aku.

  “ Alahhhh…. Punya janji dengan sapa lagi tuhh.. hati-hati yak.. nanti lama-lama grup kita punya bapak… hhahahhhahhh…” ucap salah satu teman di grupku disambut tawa renyah dan besahabat teman-teman yang lain. “ Ut, aku titip cariin satu yah… “ ledek teman yang lain… aku hanya tersenyum sambil berpamitan  “ iya.. aku janji minggu besok makan bareng dech.. hari ini sungguh aku gak bisa” setelah mencium dan memeluk satu persatu teman di grupku aku berlalu.

Emmm… jam 11 malam aku sampai di ruamah majikanku, seperti biasa rumah itu kembali bak kapal Titanic yang nabrak karang, padahal pagi sebelum berangkat libur kurapikan terlebih dahulu, kebiasaan Bosku yang sering mengundang teman-temannya kerumah di hari minggu sering kali mendatangkan masalah di hari seninnya… hemm .. aku sengaja membiarkan dan langsung mandi setelah itu masuk ke kamar. Tak bisa tidur, terbayang Wiwik yang kedinginan di penjara. Aku bangununtuk mengambil air minum di dapur yang sekaligus adalah kamarku. Kudapati sebuah pesan yang tertempel di dinding kulakas, di tulis oleh majikanku “ Tamy… please prepare some of your clothes. We will have a trip to Baijing for 5 days tomorrow” .. aku terkaget dan tak bisa menolak.

Lima hari di Beijing membuatku  kehilangan kontak dengan Wiwik, bahkan hari sabtu pagi ketika aku baru saja kembali ku coba hubungi Wiwik melalui Hpnya sudah tidah bisa, aku tak sabar menunggu hari minggu. Aku gelisah… hari serasa berjalan lambat sekali, padahal kerjaankupun menumpuk. Bahkan setelah selesai semua tugas aku masih mencari tugas yang tidak di berikannya padaku hanya untuk menghilangkan kegelisahanku.  Majikanku bengong… “  Tari… are you oke..?? ‘’ tanyanya heran. Aku sampaikan niatku untuk pergi sepagi mungkin besok minggu. “ yah, that’s fine. You can leave any time.. but don’t come back to late. You look so tired “ jawabnya disertai menyerahkan uang gajiku. “ Thanks mam” jawabku lega.

Jam 6 pagi aku sudah siap untuk keluar rumah, udara musim dingin sungguh membuat aku gerah, pikiranku terus tertuju pada Wiwik, aku akan memberikan kebutuhannya di penjara  dan sedikit  oleh-oleh dari Biejing untuknya, mini bus yang aku tunggu belum satupun ada di terminal.. “ huh.. Hong Kong kok kayak terminal di kampungku she” gerutuku membayangkan terminal karang kobar yang masih sepi meski waktu sudah menujukan jam 9:00. Kegelisahanku kian memuncak ketika sudah jam 7:00 mini bus  belum juga ada.. terpaksa ku stop Taxi yang kebetulan lewat. Yang ada di kepalaku hanya satu.. aku harus segera menemui Wiwik dan memastikan dia sehat. Ya Alloh…. Lagi-lagi aku merasa waktu berjalan lambat sekali… setiap perempatan yang aku lalui selalu dalam keadaan lampu berwarna merah… perjalanan yang seharusnya hanya menempuh waktu 30 menit mengapa menjadi 1 jam….      Olaaaahhhh… aku menggerutu pada supir Taxi yang setengah tua namun ramah itu.. berkali-kali dia minta maaf karena terlambat…  “ siuche… Muisi ya.. koti hong tang hou fanaaa… ‘’ katanya… 

Sesampai di kator penjara Shatin aku langsung menuju bagian Visitor, ku isi formulir…  setelah 30 menit menunggu, petugas penjara itu memanggilku, aku senang tak terkira karena aku akan segera bertemu Wiwik.

“Miss Utari… we are very sorry about the case that hanppend to Miss Wiwik, she passed two days ago by sucide . Now her body is still in the hospital, you can visit her in Kwong Wah Hospital in Yao Ma Tai “ jelasnya sambil menyerahkan surat untukku dari Wiwik. Aku melongo tidak percaya, tubuhku limbung serasa tak menginjak tanah, dalam ketidak sadarku aku melihat Wiwik tersenyum manis sekali melambaikan tangannya. Ya alloh…. Secepat inikah?

Lunglay aku berjalan menuju ke halte bus yang menuju ke Yao Ma Tai…. Dalam suratnya ia hanya menulis beberapa kata.

Dear mbak Uut….
Assalamualaikum …..
Dia meninggalkan janin di tubuhku, aku tak ingin mengulang cerita ibuku, aku titipkan buah hatiku padamu. Sekali lagi…. Aku minta maaf karena selalu merepotkanmu.
Wassalam…
Wiwik .

Terjemahan
Pukai : bajingan
Siu che… muisi yaa.. koti hong tang hou fanaaaa…  : Nona.. maaf.. lampu merah itu merepotkan

Hongkong, 27 April 2013

1 comments :

Membacanya seperti berada dalam ceritanya... mengalir nyata.

Post a Comment

Mari Kita berdiskusi, apa pendapatmu. Ditunggu komentarnya kawan

Cancel Reply

Setia Di Garis Massa